Kolom
Trending

Interpretasi Al-Kulliyat al-Khams Menurut Pandangan Gus Dur

PCINU Tunisia – Sulit untuk dielakkan bahwa Gus Dur adalah simbol dan ikon pembaharuan dan kehidupan sosial dalam dunia Islam, terutama di Indonesia. Ia hadir dengan pikiran dan gagasan yang sungguh-sungguh mengagumkan, mencerahkan, sekaligus mencengangkan bagi pembaharuan ini. Gus Dur memiliki tujuan yang agung dalam hidupnya, yaitu menghidupkan dunia kemanusiaan dengan beragam cara, yang puncaknya adalah cinta. Jika seorang sufi, Syeikh Husein bin Manshur al-Hallaj, berteriak: “Akulah kebenaran”, maka Gus Dur bilang: “Akulah kemanusiaan”. Ya, Gus Dur adalah sang pencipta kemanusiaan sebagai manusia dengan seluruh makna kemanusiaannya, ujar K.H Husein Muhammad.

Dalam berbagai tulisan dan ceramahnya, maupun dalam kesehariannya, di mana dan kapan pun. Gus Dur selalu bersikeras dalam mencoba menerjemahkan prinsip-prinsip kemanusiaan. Ia acap kali menyampaikan di hadapan publik bahwa manusia, apapun latar belakangnya, wajib dilindungi dan mendapatkan hak-hak dasarnya. Untuk hal ini, ia sering menyebut lima hak dasar manusia yang harus dilindungi dan diselamatkan. Lima hak dasar itu biasa dikenal oleh para santri dengan istilah Al-Kulliyat al-Khams. Gagasan ini diadopsi Gus Dur dari teori Ushul fiqh yang di temukannya dalam kitab klasik, seperti Al-Mustashfa Min ‘Ilm al-Ushul, karya Imam Abu Hamid Al-Ghazali dan masih banyak lagi. Lima hal dasar ini mencangkup: hifz al-din, hifz al-nafs, hifz al-aql, hifz al-nasl, hifz al-mal.

Baca Juga :

Dalam menginterpretasikan Al-Kulliyat al-Khams, Gus Dur bukan hanya berbeda dengan tafsir-tafsir konvensional yang ada, melainkan juga beberapa di antaranya bertentangan. Jika interpretasi konvensional tampak lebih memperlihatkan makna-makna eksklusivitasnya, Gus Dur justru memaknainya secara lebih luas, inklusif, dan kontekstual.

Hak perlindungan atas agama (Hifz al-din), misalnya, memiliki konsekuensi kewajiban jihad, larangan murtad dan bid’ah. Jihad, dalam interpretasi konvensional, hampir selalu dimaknai perang militeristik dengan seluruh agresivitasnya. Gus Dur justru memaknainya secara terbalik. Untuk tema ini, ia menyuarakan sistem sosial anti kekerasan, menghapus hukuman mati bagi orang yang murtad, dan mendukung kebebasan beragama (pluralisme) walaupun terkadang dianggap sinkretisme oleh sebagian kelompok. Komitmen Gus Dur dalam hal ini diperlihatkan, antara lain, dengan keputusannya memberikan hak hidup agama kongucu.

Perlindungan jiwa atau hak hidup (hifz al-nafs), diinterpretasikan antara lain sebagai kewajiban qishash. Sementara, Gus Dur justru menentang hukuman mati untuk diberlakukan di hukum negara kita.

Perlindungan akal (hifz al-aql), dimaknai secara konvensional memiliki konsekuensi larangan mengkonsumsi minuman keras, narkotika, dan segala yang merusak akal, karena dianggap bisa menyebabkan kerusakan individu dan lingkungan sebagaimana yang di jelaskan di dalam Al-Quran. Gus Dur justru menerjemahkannya lebih luas dan lebih mendasar. Ia memaknainya sebagai hak atas kebebasan berfikir, berpendapat, dan berekspresi.

Baca Juga :

Perlindungan kehormatan tubuh dan kesehatan reproduksi (hifz al-nasl), masih banyak ulama yang menerjemahkannya hanya sekadar anjuran menikah, berketurunan, mengharamkan perzinahan. Gus Dur memaknainya jauh lebih mendalam. Baginya, hifz al-nasl bermakna perlindungan atas hak-hak seksualitas dan kesehatan reproduksi. Sebagai contoh, ketika kebanyakan orang mengecam orang seperti Dorce Gamalama yang harus berganti kelamin dan Inul Daratista yang lihai berjoget di depan publik, sebaliknya ia malah menerima dengan segala kerbukaan.

Perlindungan harta (hifz al-mal), dalam hal ini Gus Dur melihat pentingnya memberikan perlindungan bagi setiap orang atas hak kepemilikan harta bendanya, karena harta benda merupakan salah satu kebutuhan primer manusia dalam memenuhi segala kebutuhannya yang harus di jaga.
Kelima hak dasar inilah yang selalu menjadi pegangan Gus Dur dalam menyuarakan prinsip-prinsip kemanusiaan dalam hidupnya, karena dalam benaknya, nilai-nilai kemanusianlah satu-satunya hal yang bisa membangun peradaban manusia.

Penulis : Muhammad Jazuli, Penggerak Gusdurian Tunisia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button