Kolom
Trending

Ngaji Muqaddimah Gus Dubes : Masjid Adalah Simbol dan Kekuatan Islam

PCINU Tunisia – Dalam sejarah islam, sejarah membuktikan bahwasanya agama Islam telah berkembang dan masih mempertahankan eksistensinya dengan membangun sebuah masjid. “Ciri khas dari imperium agama Islam adalah membangun masjid.” Kalimat ini disampaikan Gus Dubes saat mengkaji teori besar Ibnu Khaldun tentang pembangunan masjid. Sejak kurang lebih setengah abad yang lalu yakni pada masa Rasulullah. Beliau dan para sahabatnya telah membangun masjid Quba untuk pertama kalinya. Inilah bukti dari kekuatan Islam yang telah dijaga oleh para leluhur dan diteruskan oleh orang-orang beragama islam hingga sekarang      

Menurut Gus Dubes, pembangunan masjid merupakan simbol peradaban Islam. Yang artinya umat islam telah mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam menjaga agama Islam itu tersendiri. Dahulu orang-orang berbondong-bondong memberikan tenaga dan hartanya untuk membangun istana. Barangsiapa yang mempunyai istana lebih banyak, merekalah yang berkuasa. Berbeda dengan membangun masjid, membangun masjid bukan hanyalah tentang tempat ibadah seperti biasanya, tetapi membangun spiritualitas seseorang adalah salah satu tujuan terbentuknya masjid, kata Gus Dubes.

Ibnu Khaldun telah menjelaskan di dalam kitab Muqaddimah-nya, bahwasanya salah satu tujuan Allah menciptakan bumi dan seisinya adalah sebagai perantara untuk beribadah kepada Allah, dan Allah mengutamakan satu tempat di bumi untuk ibadah. Dengan kata lain, satu tempat yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun adalah masjid. Maka dari itu, Gus Dubes menambahkan bahwa untuk membangun spirituatalitas, seseorang membutuhkan tempat yang nyaman dan tenang, hal ini telah dijawab oleh Ibnu Khaldun bahwa masjid adalah tempat yang cocok dalam membangun rasa spiritualitas tersebut.

Baca Juga :

Di sisi lain, masjid adalah tempat belajar orang-orang Islam. Terdapat hadits-hadits nabi yang memaparkan dan menceritakan Rasullah mengajarkan para sahabatnya di sebuah masjid. Walaupun masjid pada zaman itu berbeda dengan masjid sekarang dari segi bentuknya. Dengan segala keterbatasan pada waktu itu, Rasulullah tetap mengajarkan di setiap kondisi dan tempat, karena asas dibangunnya masjid adalah untuk ta’lim dan wasilah ilmu dari guru yang mengajarkannya.

Di Indonesia, Bung Karno, memprakarsai pembangunan Masjid Istiqlal sebagai simbol kemerdekaan Indonesia. Negara Indonesia yang dikenal dengan mayoritas penduduk yang beragama Islam, yang artinya juga pembangunan yang dilakukan oleh presiden pertama Indonesia adalah simbol dan kekuatan islam di Indonesia. Usaha Presiden Sukarno untuk membangun masjid tersebut bukan hanya tempat ibadah saja, masjid tersebut juga bisa digunakan sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia, kegiatan sosial, dan tempat belajar para mahasiswa hingga sekarang. Bahkan sebagai tempat duduk internasional oleh tamu dari luar negeri, terkhusus Timur Tengah dengan hadirnya ulama untuk mengisi kajian di masjid tersebut.

Di Tunisia, terdapat bangunan-bangunan terkhusus masjid-masjid yang memiliki sejarah yang begitu panjang. Disini penyebutan masjid dikenal dengan sebutan Jami’ yang artinya tempat berkumpulnya orang-orang. Salah satu Jami’ yang terkenal dan terbesar akan sejarahnya dan bangunanannya adalah Jami’ Zaitunah. Jami’ yang terletak pada jantung kota Tunis, uniknya jami’ itu dikelilingi oleh beberapa pasar yang artinya orang-orang yang dari luar negeri akan melihat jami’ tersebut ketika membeli dan melewati pasar tersebut.

Bangunan kuno tersebut telah menjadi saksi oleh orang-orang dahulu, tidak ada pembangunan ulang oleh pemerintahnya langsung. Walaupun Jami’ tersebut keliatannya kuno, tetapi jami’ tersebut hidup dan terus menyala, karena kajian-kajian yang telah mewarnainya. Di setiap minggunya, terdapat kajian yang diisi oleh ulama-ulama terkemuka asal Tunisia, dengan hal itu bahwasanya Jami’ tersebut adalah simbol nyata dan terus hidup menerangi agama islam di Tunisia.

Pada kitab Muqoddimah, Ibnu Khaldun telah menyebutkan tiga masjid terbesar dan paling berpengaruh terhadap agama Islam. Pertama, yakni Masjid Makkah. Bangunan tersebut yang dibangun pertama kali oleh Nabi Ibrahim telah mengalami kontruksi bangunan beberapa kali, karena adanya kendala seperti bencana yang merobohkan bangunan tersebut, dan kemudian terus dibangun kembali dan menjadi tetap seperti sekarang.

Baca Juga :

Kedua, Masjid Madinah. Wilayah yang dulunya disebut Kota Yastrib atau Kota Penyakit, dengan hadirnya Nabi Muhammad dan dibangunnya masjid Madinah ini menjadikan kota tersebut kota yang bersih dan nyaman. Ketiga, Masjid Baitul Maqdis. Menurut Ibnu Khaldun, masjid ini telah menjadi bagian yang tak terlupakan dari sejarah agama islam. Namun, seorang sejarawan dari Tunisia menemukan refrensi dari berbagai kitab termasuk Al Qur’an dan Taurat yang mengklaim wilayah tersebut apakah masjid itu milik Islam atau milik Yahudi. Terlepas dengan itu, Ibnu Khaldun telah berhasil menjadi sejarawan yang murni karena telah mengemukakan dengan berbagai pendapat baik dari luar maupun dalam. Beliau telah menceritakan semuanya dengan jujur, Ucap seorang dubes dari madura tersebut.

Dalam literatur Muqaddimah juga, disebutkan bahwasanya dahulu para masjid dibangun bukan hanya berkat dari tangan pemerintahan setempat, melainkan para masyarakat juga ikut andil dan berbondong-bondong mengeluarkan tenaga dan harta mereka untuk memakmurkan masjid tersebut. Dan hal tersebut telah terjadi di zaman sekarang, masjid semakin nyaman ditempati, masjid semakin luas sebagai tempat ibadah, dan semakin berkembangnya zaman, masjid pun ikut menyesuaikan zaman. Karena orang-orang sadar bahwa orang yang beribadah butuh yang namanya ketenangan, kebersihan, dan ketentraman.

Gus Dubes menambahkan di dalam kajiannya, bahwa sejarah itu bukan hanya tentang peristiwa, tetapi sebuah pesan yang bisa diambil dari sejarah tersebut. Dalam pembahasan ini, ia mengajak kepada kita untuk menelik dan merasakan keberadaan masjid di sekitar kita. Bangunan tersebut adalah simbol dan kekuatan islam yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita, Layaknya sebagai penerus harus menjaga warisan tersebut dan mengembangkannya sesuai zamannya.

Penulis : Muhammad Fardan Abid, Kader Nahdliyyin dan Mahasiswa Universitas Az-Zaitunah Tunisia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button